A. SYARAT HAJI
Syarat wajib haji
dan umroh yaitu, sesuatu yang karenanya, maka diwajibkan ibadah haji kepada
seseorang.
Ketahuilah bahwa seseorang yang hendak
pergi haji harus memenuhi syarat-syarat seperti berikut :
1. Beriman kepada Allah (Islam)
2. Dewasa ( baligh)
3. Berakal sehat ( akhil baligh)
4. Merdeka ( bukan budak )
5. Mampu ( manistathak)
Syarat tersebut disepakati oleh empat mazhap kecuali Imam Malik. Itulah
lima syarat haji yang harus diperhatikan. Jika seseorang belum baligh atau
gila, maka ia tidaklah wajib berangkat haji meskipun syarat-syarat yang lain
terpenuhi.
Syarat sahnya haji, ada beberapa pendapat:
1. Menurut Mazhab Hanafi
a. Islam
b. Ihram
c. Dilaksanakan pada waktu dan tempat yang
tepat.
2. Menurut Mazhab Maliki
Syarat sahnya haji hanya satu yaitu Islam
3. Menurut Mazhab Syafi’I dan Hambali
a. Islam, maka tidak sah hajinya orang kafir
b. Tamyiz (usia menjelang baligh) tidak sah
hajinya bagi anak yang belum mummaziy
c. Dilaksanakan pada waktu dan tempat yang
telah ditentukan.
Empat Imam Mazhab sepakat mensahkan wali bagi si anak yang belum
mummayiz mewakili ihramnya, menghadirkan di Arafah, melontar jumrah baginya
serta membawa thawaf dan sa’i.
B. RUKUN HAJI
Rukun haji adalah yang apabila
ditinggalkan maka batal hajinya.
1. Menurut Mazhab Hanafi
a. Wukuf di Arafah
b. Empat kali putaran dalam thawaf ifadhah
sedangkan tiga kali putaran lainnya sekedar wajib
2. Menurut Mazhab Maliki dan Hambali
a. Ihram
b. Thawaf Ifadhah
c. Sa’i
d. Wukuf di Arafah
3. Menurut Mazhab Syafi’i
a. Ihram
b. Thawaf Ifadhah
c. Sa’i
d. Wukuf di Arafah
e. Memotong / menggunting rambut
f. Tertib. Yang dimaksud disini adalah
mendahulukan ihram dari semua amalan haji. Melaksanakan wukuf sebelum thowaf
ifadhah, dan menggunting rambut, melaksanakan thawaf ifadhahsebelum sa’I
kecuali yang telah sa’I setelah thawaf qudum ( bagi yang melaksankan haji ifrad
dan qiran), maka setelah thawaf ifadhah tidak diharuskan sa’i.
Berikut dijabarkan pengertian rukun
tersebut
1. Ihram
Berniat mulai mengerjakan haji atau umrah
2. Wukuf
Hadir
di padang Arofah pada waktu yang ditentukan.
Mulai dari tergelincirnya matahari (
waktu dzuhur ) tanggal 9 bulan Haji sampai terbit fajar tanggal 10 bulan Haji.
Artinya, orang yang sedang mengerjakan
haji itu wajib berada di padang Arafah pada waktu tersebut.
3. Towaf (berkeliling ka’bah)
Tawaf rukun ini dinamakan ‘tawaf ifadah’.
Towaf adalah berjalan mengelilingi ka’bah
tujuh kali berturut-turut dengan ka’bah selalu berada disebelah kiri, dimulai
dan diakhiri pada tiap-tiap putaran setentang dengan rukun Aswandi tempat batu
Hajar Aswad ditempelkan. Jadi ibadah tawaf putarannya berlawanan jarum jam.
Nabi melakukan tawaf dengan tiga kali
Syarat-syarat tawaf:
a. Menutup aurat
قَالَ
النَّبىّ صلى الله عليه وسلم : لاَ يَطُوفُ بِالبَيتِ عُريَانٌ.
(رواه
البخارى ومسلم)
Sabda Rosulullah SAW: “janganlah engkau
tawaf sambil telanjang”. (Riwayat Bukhari Muslim)
b. Suci dari hadas dan najis
c. Ka’bah hendaklah disebelah kiri orang
yang tawaf
عن
جابِرٍ اِنَّ النّبىّ صلى الله عليه وسلم لَمَّاقَدِمَ مَكَّةَ اَتى الحَخَرَ
فَاسْتَلَمَهُ ثُمَّ مَشَى عل يَمِينِهِ فَرَمَلَ ثَلاَثًا وَمَشٰى اَربَعًا (رواه
مسلم والنسائى)
Dari Jabir, ”Bahwasanya Rosulullah Saw tatkala sampai di Mekkah, beliau mendekat
ke Hajar Asawad, kemudian Beliau menyapunya dengan tangan beliau, kemudian
berjalan kesebelah kanan beliau, berjalan cepat tiga keliling, dan berjalan
biasa empat keliling,’’ ( Riwayat Muslim dan Nasa’i)
d. Permulaan tawaf hendaklah dari hajar
aswad.
e. Tawaf hendaknya tujuh kali
f. Tawaf harus berada dalam lingkungan
Masjidil Haram
Setelah menyelesaikan tawaf maka dianjurkan untuk sholat sunnat dua
roka’at di makam Ibrahim, selanjutnya berdo’a di Multazam (dinding ka’bah
antara rukun Aswandi dengan pintu Ka’bah). Lalu sholat dua roka’at di Hijir
Ismail. Setelah sholat, maka berdo’a memohon kepada Allah atas hajatmu.
Macam- macam tawaf
a. Tawaf qudum ( tawaf ketika baru sampai )
b. Tawaf ifadah ( tawaf rukun haji )
c. Tawaf wada’ ( tawaf ketika akan
meninggalkan Mekkah)
d. Tawaf tahallul ( penghalalan barang yang
haram karena ihram)
e. Tawaf nazar ( tawaf yang dinazarkan )
f. Tawaf sunat
Bacaan sewaktu towaf :
سُبحَانَ اللهِ وَالحَمدُ لِلّٰهِ
وَلاَاِلٰهَ اِلاَّ اللهُ اكبَرُ وَلاَحَولَ وَلاَقُوَّةَ اِلاَّبِالله
4. Sa’i
Berlari-lari kecil antara safa dan marwa
¨bÎ) $xÿ¢Á9$# nouröyJø9$#ur `ÏB Ìͬ!$yèx© «!$# ( ô`yJsù ¢kym |Møt7ø9$# Írr& tyJtFôã$# xsù yy$oYã_
Ïmøn=tã br& §q©Üt $yJÎgÎ/ 4 `tBur tí§qsÜs? #Zöyz ¨bÎ*sù ©!$# íÏ.$x© íOÎ=tã
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar
Allah. Maka Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka
tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan Barangsiapa yang
mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha
Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui’’.
( Al-Baqoroh 158 )
Sabda Rosulullah SAW :
عن
صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيبَةَ اَنَّ امْرَأَةً اَخْبَرَتْهااَنَّهاسَمِعَتِ النَّبِىَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ بَينَ الصَّفَاوَالمروَةِيَقُولُ : كُتِبَ
عَلَيكُمُ السَّعْىُ فَاسعَوا (رواه أحمد)
“Dari Shafiyah binti Syaibah. Bahwa seorang perempuan telah
mengabarkan kepadanya (safiyah) bahwa dia telah mendengar Nabi SAW bersabda
diantara bukit safa dan marwa, “Telah diwajibkan atas kamu sa’i. Maka hendaklah
kamu kerjakan (Riwayat Ahmad)
Ibadah sa’I dalam pelaksanaan haji adalah
berjalan bolak-balik antara bukit safa dan marwa, di mulai dari bukit safa
menuju ke bukit marwa. Hal itu dilakukan sebanyak tujuh kali dan harus berakhir
di bukit marwa.
Syarat-Syarat Ibadah Haji :
a. Hendaknya dikerjakan setelah menunaikan
tawaf (tawaf rukun ataupun tawaf qudum)
b. Hendaklah dimulai dari Bukit safa dan
diakhiri Dibukit Marwa
c. Harus dilakukan tujuh kali perjalanan,
antara safa dan marwa di hitung satu kali perjalanan
5. Tahalul
Tahalul merupakan salah satu rukun Haji
dalam bentuk pelaksanaan mencukur semua rambut dengan pisau cukur atau
kira-kira seperempat bagian rambut atau tiga sampai tujuh helai rambut
sepanjang jari pria. Sedangkan bagi wanita, cukup dengan memotong tiga sampai
tujuh helai rambut sepanjang ujung jari dengan gunting.
6. Menertibkan Rukun-rukun itu (mendahulukan
yang dahulu di antara rukun-rukun itu)
Yaitu mendahulukan niat dari semua rukun
yang lain, mendahulukan hadir di padang Arafah dari tawaf dan bercukur,
mendahulukan Tawaf dari sa’I jika ia tidak sa’I sesudah tawaf qudum.
(keterangannya adalah amal rasulullah)[1]
C. Beberapa Wajib Haji
Perkataan wajib dan Rukun biasanya
berarti sama, tetapi di dalam urusan haji ada perbedaan sebagai berikut:
Rukun : sesuatu yang tidak sah haji melainkan
dengan melakukannya, dan ia tidak boleh diganti dengan “dam” (menyembelih
binatang)
Wajib : sesuatu yang perlu dikerjakan, tetapi
sahnya haji tidak bergantung padanya, dan boleh diganti dengan menyembelih
binatang.
Adapun wajib haji adalah rangkaian
kegiatan ibadah haji yang harus dilaksanakan atau ditunaikan.
1. Menurut Mazhab Hanafi
a. Sa’i
b. Mabit (keberadaan) di Muzdalifah
c. Melontar jumrah
d. Menggunting/memotong rambut
e. Thawaf wada
2. Menurut Mazhab Maliki
a. Mabit di Muzdalifah
b. Mendahulukan melontar Jumrah aqobah dan
menggunting rambut dan thawaf ifadhahpada hari Nahr (10 dzulhijah)
c. Mabit di Mina pada hari Tasyrik
d. Melontar jumrah pada hari tasyrik
e. Menggunting/memotong rambut
3. Menurut Mazhab Syafi’i
a. Ihram
b. Mabit di Muzdalifah
c. Melontar jumrah Aqobah
d. Mabit di Mina dan melontar Jumrah pada
hari Tasyrik.
e. Menjauhi Larangan-larangan Ihram.
4. Menurut Mazhab Hambali
a. Ihram dari Miqat
b. Wukuf di Arafah sampai malam hari
c. Mabit di Muzdalifah
d. Mabit di Mina
e. Melontar Jumrah
f. Memotong/ menggunting rambut
g. Thawaf wada.
Lebih
jelasnya sebagai berikut:
1. Ihram di Miqat
Maksudnya ialah ibadah haji atau umrah
dengan mengenakan pakaian ihram dikenakan di daerah Miqat.
Adapun pakaian ihram adalah pakaian yang
terdiri dari dua lembar kain putih. Masing-masing satu lembar untuk dijadikan
sarung izard an satu lembar lainnya untuk selempang disebut ridhak. Bagi
perempuan mengenakan pakaian yang menutup seluruh tubuh, kecuali muka dan
telapak tangan. Dalam hadis riwayat Bukhari Muslim diterangkan,” Tidak boleh
orang sedang ihram memakai baju kemeja,surban, baju celana dan celana. Tidak
boleh pula pakaian yang dicelup yang wangi dan tidak boleh memakai kasut,
kecuali jika tidak memakai terompa, maka boleh memotong sepatu itu hingga tidak
menutup kedua mata kaki.”
Larangan lainnya ialah tidak boleh
menikah atau menikahkan, sesuai dengan sunnah rosulullah SAW. “Tidak boleh
orang yang sedangihram itu nikah dan tidak boleh dinikahkan, juga tidak boleh
meminang untuk dinikahi.”
Waktu ihram dilarang memakai
wangi-wangian, mencukur rambut, bagi wanita tidak boleh memakai cadar, dilarang
bersetubuh dan bicara kotor.
Jika larangan itu dilanggar saat ikhram,
maka ia harus membayar kafarat, berpuasa, member makan orang miskin.
Sebuah hadis riwayat Bukhari Muslim
menerangkan bahwa Rosulullah SAW lewat padanya Ubaidiyah lalu bertanya,
“Rupanya sakit kepalamu kambuh lagi?”. Jawabnya: benar. “Rosulullah
bersabda,”Bercukurlah, kemudian sembelihlah seekor kambing sebagai tebusan atau
berpuaslah tiga hari atau beri makan tiga sak kurma kepada enam orang miskin.
Ketentuan masa (miqat zamani) ialah dari
awal bulan syawal sampai terbit fajar Hari raya Haji (tanggal 10 bulan haji).
Jadi ihram haji wajib dilakukan dalam masa dua bulan 9 hari.
Firman Allah, Al-Baqoroh 197
kptø:$#
Ößgô©r&
×M»tBqè=÷è¨B
“Musim haji adalah beberapa bulan yang
dimaklumi”
Tafsir sahabat tentang bulan-bulan yang
dimaklumi itu menurut asar Ibnu Umar adalah:
عَنِ
اِبنِ عُمَرَ قالَ اَشهُرُ الحَجِ شَوَّالٌ وَذُوالقَعدَةِ وَعَشَرٌ مِن ذِى
الحِجَّةِ. (رواه البخارى)
Dari Ibnu umar,”Bulan haji itu ialah
bulan syawal,zulkaidah, dan sepuluh hari bulan haji.” (Riwayat Bukhari)
2. Berhenti di Muzdalifah
Berhenti di muzdalifah sesudah tengah
malam, di malam hari Raya Haji sesudah padang Arafah. Pada zaman dahulu, Nabi
SAW meninggalkan Arafah dan sampai di Muzdalifah lalu melakukan Shalat Maghrib
dan Isya’. Kemudian bermalam disana hingga terbit fajar tanggal 10 dzulhijah.
Sesudah sholat shubuh Nabi SAW mendekati Masy Aril Haram dan berdo’a di sana.
Kemudian memungut batu-batu kecil, lalu meninggalkan Muzdalifah menuju Mina
saat hari sudah terang.
3. Melontar Jumratul ‘Aqobah
Ibadah melontar Jumrah dilakukan ketika
seseorang telah Mabit di Muzdalifah kemudian meneruskan perjalanannya ke Mina.
Daerah Mina merupakan daratan sempit yang berada diantara dua daerah bukit batu
di tenggara dan timur laut. Daratan itu merupakan suatu lembah yang menjurus ke
lembah Baka di Makkah
عَن
جَابِرٍ رَاَيْتُ النَّبِىَّ صلّى الله عليه وسلم يَرْمِى الجَمرَةَ عَلٰى
رَاحِلَتِهِ يَوْمَ النَّحرِ وَيَقُولُ لِتَأْخُذُوْا عَنِّى مَنَاسِكَكُم فَاِنِى
لَااَدْرِى لَعَلِّى لَا اَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتِى هٰذَا. (رواه أحمد ومسلم)
Dari Jabir Ia berkata,”Saya melihat Nabi
SAW melontar jumrah dari atas kendaraannya pada Hari Raya, lalu beliau
bersabda, ‘Hendaklah kamu turut cara ibadah seperti yang aku kerjakan ini
karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, apakah aku akan dapat mengerjakah
haji lagi sesudah ini’.” ( Riwayat Muslim dan ahmad )
4. Melontar Tiga Jumrah.
Jumrah yang pertama, kedua, dan ketiga (
Jumrah Aqobah ) dilontar pada tanggal 11-12-13 bulan Haji. Tiap-tiap Jumrah
dilontar dengan tujuh batu kecil. Waktu melontar adalah sesudah tergelincir
matahari pada tiap-tiap hari.
عن
عائشة مَكَثَالنَّبِىُّ صلّى الله عليه وسلّم بِمِنَى اَيَّامَ تَشرِيقِ يَرمِى
الجَمرَةَ اِذَازَالَتِ الشَّمسُ كُلَّ جَمرَةٍبِسَبعِ حَصَيَاتٍ. (رواه
أحمدوأبوداود)
Dari Aisyah,”Nabi SAW telah tinggal di
Mina selama hari Tasyriq ( tanggal 11-12-13 haji ). Beliau melontar Jumrah
apabila matahari telah condong ke sebelah barat, tiap-tiap Jumrah dilontar
dengan tujuh batu kecil,” ( Riwayat Ahmad dan Abu Dawud )
Orang yang sudah melontar pada hari
pertama dan kedua, kalau dia ingin pulang, tidak ada halangannya lagi.
Kewajiban bermalam pada malam ketiga dan kewajiban melontar pada hari ketiga
hilang darinya.
Firman Allah dalam surat Al-Baqoroh 203 :
`yJsù
@¤fyès?
Îû
Èû÷ütBöqt
Ixsù
zNøOÎ)
Ïmøn=tã
`tBur
t¨zr's?
Ixsù
zNøOÎ)
Ïmøn=tã
“Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua
hari, Maka tiada dosa baginya. dan Barangsiapa yang ingin menangguhkan
(keberangkatannya dari dua hari itu), Maka tidak ada dosa pula baginya.” (
Al-Baqoroh 203)
Syarat-Syarat melontar :
a. Melontar dengan tujuh batu, dilontarkan
satu persatu
b. Menertibkan tiga jumrah, dimulai dari
Jumrah yang pertama (dekat Masjid Khifa), kemudian yang ditengah, dan sesudah
itu yang akhir ( Jumrah Aqobah )
c. Alat untuk melontar adalah batu ( batu
kerikil), tidak sah melontar dengan selain batu.
Orang yang berhalangan tidak dapat melontar, sedangkan halangannya
itu tidak ada harapan akan hilang dalam masa yang ditentukan untuk melontar,
maka orang tersebut hendaklah mencari wakilnya, sekalipun dengan jalan
mengupah. Orang yang tidak melontar sehari atau dua hari harus menggantinya
pada hari lain asal masih dalam masa yang ditentukan untuk melontar, yaitu
tanggal 10 sampai 13.
5. Bermalam di mina.
Menurut Imam yang bertiga, bermalam di
Mina itu hukumnya wajib pada tiga atau dua malam, yaitu malam kesebelas dan
keduabelas. Sedangkan menurut golongan Hanafi, bermalam itu hanya sunat.
Berkata Ibnu ‘Abbas ra.: ”Jika kamu melempar Jumrah, maka bermalamlah dimana
saja yang kamu hendaki!” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah)
Dan menurut Mujahid, tidak ada salahnya
bila permulaan malam itu berada di Mekah dan kesudahannya di Mina. Atau
sebaliknya awal malam di Mina dan akhirnya di Mekah.
Dan mereka semua sepakat bahwa keharusan
bermalam itu gugur bagi orang-orang yang mengurus air dan penjaga-penjaga unta,
dan mereka tidaklah berkewajiban apa-apa akibat meninggalkannya.
Sebuah hadis menyatakan bahwa :
وَقَدِاستَأذَنَ
العَبَّاسُ النَّبِىَّ صَلَّ اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ أَن يَبِيتَ بِمَكَّةَ
لَيَالِى مِنًى مِن أَجلِ سِقَايَتِهِ، فَأَذِنَ لَهُ
“Abbas meminta izin kepada Nabi SAW. buat
menginap di Mekah pada malam – malam melempar jumrah, disebabkan tugasnya
mengurus air, dan di beri izin oleh Nabi SAW.” (riwayat Bukharii dan Lain-lain)
6. Tawaf Wada’
Tawaf wada adalah tawaf sewaktu akan
meninggalkan Mekkah.
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ اُمِرَالنَّاسُ اَن يَكُونَ اٰخِرُ عَهدِ هِم بِالبَيتِ
اِلَّااَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الحّائِضِ. (رواه البخرى ومسلم)
Dari Ibnu Abbas, ”Manusia diperintahkan
supaya mengakhiri pekerjaan haji mereka di Mekkah ialah tawaf; kecuali
perempuan yang sedang dalam keadaan haid, tidak berarti dengan tawaf. (riwayat
Bukhari dan Muslim).
KESIMPULAN
Syarat
Haji
syarat-syarat seperti berikut :
1. Beriman kepada Allah (Islam)
2. Dewasa ( baligh)
3. Berakal sehat ( akhil baligh)
4. Merdeka ( bukan budak )
5. Mampu ( manistathak)
Rukun Haji
Rukun
haji adalah yang apabila ditinggalkan maka batal hajinya.
1. Menurut Mazhab Hanafi
a. Wukuf di Arafah
b. Empat kali putaran dalam thawaf ifadhah
sedangkan tiga kali putaran lainnya sekedar wajib
2. Menurut Mazhab Maliki dan Hambali
a. Ihram
b. Thawaf Ifadhah
c. Sa’i
d. Wukuf di Arafah
3. Menurut Mazhab Syafi’i
a. Ihram
b. Thawaf Ifadhah
c. Sa’i
d. Wukuf di Arafah
e. Memotong / menggunting rambut
f. Tertib. Yang dimaksud disini adalah
mendahulukan ihram dari semua amalan haji. Melaksanakan wukuf sebelum thowaf
ifadhah, dan menggunting rambut, melaksanakan thawaf ifadhahsebelum sa’I
kecuali yang telah sa’I setelah thawaf qudum ( bagi yang melaksankan haji ifrad
dan qiran), maka setelah thawaf ifadhah tidak diharuskan sa’i
Wajib Haji
1. Menurut Mazhab Hanafi
a. Sa’i
b. Mabit (keberadaan) di Muzdalifah
c. Melontar jumrah
d. Menggunting/memotong rambut
e. Thawaf wada
2. Menurut Mazhab Maliki
a. Mabit di Muzdalifah
b. Mendahulukan melontar Jumrah aqobah dan
menggunting rambut dan thawaf ifadhahpada hari Nahr (10 dzulhijah)
c. Mabit di Mina pada hari Tasyrik
d. Melontar jumrah pada hari tasyrik
e. Menggunting/memotong rambut
3. Menurut Mazhab Syafi’i
a. Ihram
b. Mabit di Muzdalifah
c. Melontar jumrah Aqobah
d. Mabit di Mina dan melontar Jumrah pada
hari Tasyrik.
e. Menjauhi Larangan-larangan Ihram.
4. Menurut Mazhab Hambali
a. Ihram dari Miqat
b. Wukuf di Arafah sampai malam hari
c. Mabit di Muzdalifah
d. Mabit di Mina
e. Melontar Jumrah
f. Memotong/ menggunting rambut
g.
Thawaf wada.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qalami Abu Fajar, 2003, Ringkasan Ihya
Ulumiddin Imam Ghozali, Gitamedia Press, Surabaya
Departemen Agama RI, 2006, Fiqih haji,
Direktoral Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Jakarta
Rasjid H.Sulaiman, 2010, Fiqih Islam,
Sinar Baru Algesindo, Bandung
Sabiq Sayyid, 1994,
Fiqih Sunnah, alih bahasa Mahyuddin Syaf, PT. Al-Ma’arif, Bandung
No comments:
Post a Comment