Monday, 27 October 2014

SYARAT, RUKUN, dan WAJIB HAJI

SYARAT, RUKUN, dan WAJIB HAJI

A.  SYARAT HAJI
Syarat wajib haji dan umroh yaitu, sesuatu yang karenanya, maka diwajibkan ibadah haji kepada seseorang.
Ketahuilah bahwa seseorang yang hendak pergi haji harus memenuhi syarat-syarat seperti berikut :
1.    Beriman kepada Allah (Islam)
2.    Dewasa ( baligh)
3.    Berakal sehat ( akhil baligh)
4.    Merdeka ( bukan budak )
5.    Mampu ( manistathak)
Syarat tersebut disepakati oleh empat mazhap kecuali Imam Malik. Itulah lima syarat haji yang harus diperhatikan. Jika seseorang belum baligh atau gila, maka ia tidaklah wajib berangkat haji meskipun syarat-syarat yang lain terpenuhi.
Syarat sahnya haji, ada beberapa pendapat:
1.    Menurut Mazhab Hanafi
a.    Islam
b.    Ihram
c.    Dilaksanakan pada waktu dan tempat yang tepat.
2.    Menurut Mazhab Maliki
Syarat sahnya haji hanya satu yaitu Islam
3.    Menurut Mazhab Syafi’I dan Hambali
a.    Islam, maka tidak sah hajinya orang kafir
b.    Tamyiz (usia menjelang baligh) tidak sah hajinya bagi anak yang belum mummaziy
c.    Dilaksanakan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan.
Empat Imam Mazhab sepakat mensahkan wali bagi si anak yang belum mummayiz mewakili ihramnya, menghadirkan di Arafah, melontar jumrah baginya serta membawa thawaf dan sa’i.
B.   RUKUN HAJI
Rukun haji adalah yang apabila ditinggalkan maka batal hajinya.
1.    Menurut Mazhab Hanafi
a.    Wukuf di Arafah
b.    Empat kali putaran dalam thawaf ifadhah sedangkan tiga kali putaran lainnya sekedar wajib
2.    Menurut Mazhab Maliki dan Hambali
a.    Ihram
b.    Thawaf Ifadhah
c.    Sa’i
d.    Wukuf di Arafah
3.    Menurut Mazhab Syafi’i
a.    Ihram
b.    Thawaf Ifadhah
c.    Sa’i
d.    Wukuf di Arafah
e.    Memotong / menggunting rambut
f.     Tertib. Yang dimaksud disini adalah mendahulukan ihram dari semua amalan haji. Melaksanakan wukuf sebelum thowaf ifadhah, dan menggunting rambut, melaksanakan thawaf ifadhahsebelum sa’I kecuali yang telah sa’I setelah thawaf qudum ( bagi yang melaksankan haji ifrad dan qiran), maka setelah thawaf ifadhah tidak diharuskan sa’i.
Berikut dijabarkan pengertian rukun tersebut
1.    Ihram
Berniat mulai mengerjakan haji atau umrah
2.    Wukuf
Hadir  di padang Arofah pada waktu yang ditentukan.
Mulai dari tergelincirnya matahari ( waktu dzuhur ) tanggal 9 bulan Haji sampai terbit fajar tanggal 10 bulan Haji.
Artinya, orang yang sedang mengerjakan haji itu wajib berada di padang Arafah pada waktu tersebut.
3.    Towaf (berkeliling ka’bah)
Tawaf rukun ini dinamakan ‘tawaf ifadah’.
Towaf adalah berjalan mengelilingi ka’bah tujuh kali berturut-turut dengan ka’bah selalu berada disebelah kiri, dimulai dan diakhiri pada tiap-tiap putaran setentang dengan rukun Aswandi tempat batu Hajar Aswad ditempelkan. Jadi ibadah tawaf putarannya berlawanan jarum jam. Nabi melakukan tawaf dengan tiga kali
Syarat-syarat tawaf:
a.    Menutup aurat
قَالَ النَّبىّ صلى الله عليه وسلم : لاَ يَطُوفُ بِالبَيتِ عُريَانٌ.
(رواه البخارى ومسلم)
Sabda Rosulullah SAW: “janganlah engkau tawaf sambil telanjang”. (Riwayat Bukhari Muslim)
b.    Suci dari hadas dan najis
c.    Ka’bah hendaklah disebelah kiri orang yang tawaf
عن جابِرٍ اِنَّ النّبىّ صلى الله عليه وسلم لَمَّاقَدِمَ مَكَّةَ اَتى الحَخَرَ فَاسْتَلَمَهُ ثُمَّ مَشَى عل يَمِينِهِ فَرَمَلَ ثَلاَثًا وَمَشٰى اَربَعًا (رواه مسلم والنسائى)
Dari Jabir, ”Bahwasanya Rosulullah  Saw tatkala sampai di Mekkah, beliau mendekat ke Hajar Asawad, kemudian Beliau menyapunya dengan tangan beliau, kemudian berjalan kesebelah kanan beliau, berjalan cepat tiga keliling, dan berjalan biasa empat keliling,’’ ( Riwayat Muslim dan Nasa’i)
d.    Permulaan tawaf hendaklah dari hajar aswad.
e.    Tawaf hendaknya tujuh kali
f.     Tawaf harus berada dalam lingkungan Masjidil Haram
Setelah menyelesaikan tawaf maka dianjurkan untuk sholat sunnat dua roka’at di makam Ibrahim, selanjutnya berdo’a di Multazam (dinding ka’bah antara rukun Aswandi dengan pintu Ka’bah). Lalu sholat dua roka’at di Hijir Ismail. Setelah sholat, maka berdo’a memohon kepada Allah atas hajatmu.
Macam- macam tawaf
a.    Tawaf qudum ( tawaf ketika baru sampai )
b.    Tawaf ifadah ( tawaf rukun haji )
c.    Tawaf wada’ ( tawaf ketika akan meninggalkan Mekkah)
d.    Tawaf tahallul ( penghalalan barang yang haram karena ihram)
e.    Tawaf nazar ( tawaf yang dinazarkan )
f.     Tawaf sunat
Bacaan sewaktu towaf :
سُبحَانَ اللهِ وَالحَمدُ لِلّٰهِ وَلاَاِلٰهَ اِلاَّ اللهُ اكبَرُ وَلاَحَولَ وَلاَقُوَّةَ اِلاَّبِالله
4.    Sa’i
Berlari-lari kecil antara safa dan marwa
 ¨bÎ) $xÿ¢Á9$# nouröyJø9$#ur `ÏB ̍ͬ!$yèx© «!$# ( ô`yJsù ¢kym |MøŠt7ø9$# Írr& tyJtFôã$# Ÿxsù yy$oYã_
 Ïmøn=tã br& š§q©Ütƒ $yJÎgÎ/ 4 `tBur tí§qsÜs? #ZŽöyz ¨bÎ*sù ©!$# íÏ.$x© íOŠÎ=tã   
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri  kebaikan lagi Maha mengetahui’’. ( Al-Baqoroh 158 )
Sabda Rosulullah SAW :
عن صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيبَةَ اَنَّ امْرَأَةً اَخْبَرَتْهااَنَّهاسَمِعَتِ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ بَينَ الصَّفَاوَالمروَةِيَقُولُ : كُتِبَ عَلَيكُمُ السَّعْىُ فَاسعَوا (رواه أحمد)
“Dari Shafiyah binti Syaibah. Bahwa seorang perempuan telah mengabarkan kepadanya (safiyah) bahwa dia telah mendengar Nabi SAW bersabda diantara bukit safa dan marwa, “Telah diwajibkan atas kamu sa’i. Maka hendaklah kamu kerjakan (Riwayat Ahmad)
Ibadah sa’I dalam pelaksanaan haji adalah berjalan bolak-balik antara bukit safa dan marwa, di mulai dari bukit safa menuju ke bukit marwa. Hal itu dilakukan sebanyak tujuh kali dan harus berakhir di bukit marwa.
Syarat-Syarat Ibadah Haji :
a.    Hendaknya dikerjakan setelah menunaikan tawaf (tawaf rukun ataupun tawaf qudum)
b.    Hendaklah dimulai dari Bukit safa dan diakhiri Dibukit Marwa
c.    Harus dilakukan tujuh kali perjalanan, antara safa dan marwa di hitung satu kali perjalanan
5.    Tahalul
Tahalul merupakan salah satu rukun Haji dalam bentuk pelaksanaan mencukur semua rambut dengan pisau cukur atau kira-kira seperempat bagian rambut atau tiga sampai tujuh helai rambut sepanjang jari pria. Sedangkan bagi wanita, cukup dengan memotong tiga sampai tujuh helai rambut sepanjang ujung jari dengan gunting.
6.    Menertibkan Rukun-rukun itu (mendahulukan yang dahulu di antara rukun-rukun itu)
Yaitu mendahulukan niat dari semua rukun yang lain, mendahulukan hadir di padang Arafah dari tawaf dan bercukur, mendahulukan Tawaf dari sa’I jika ia tidak sa’I sesudah tawaf qudum. (keterangannya adalah amal rasulullah)[1]


C.   Beberapa Wajib Haji
Perkataan wajib dan Rukun biasanya berarti sama, tetapi di dalam urusan haji ada perbedaan sebagai berikut:
 Rukun : sesuatu yang tidak sah haji melainkan dengan melakukannya, dan ia tidak boleh diganti dengan “dam” (menyembelih binatang)
Wajib : sesuatu yang perlu dikerjakan, tetapi sahnya haji tidak bergantung padanya, dan boleh diganti dengan menyembelih binatang.

Adapun wajib haji adalah rangkaian kegiatan ibadah haji yang harus dilaksanakan atau ditunaikan.
1.    Menurut Mazhab Hanafi
a.    Sa’i
b.    Mabit (keberadaan) di Muzdalifah
c.    Melontar jumrah
d.    Menggunting/memotong rambut
e.    Thawaf wada
2.    Menurut Mazhab Maliki
a.    Mabit di Muzdalifah
b.    Mendahulukan melontar Jumrah aqobah dan menggunting rambut dan thawaf ifadhahpada hari Nahr (10 dzulhijah)
c.    Mabit di Mina pada hari Tasyrik
d.    Melontar jumrah pada hari tasyrik
e.    Menggunting/memotong rambut
3.    Menurut Mazhab Syafi’i
a.    Ihram
b.    Mabit di Muzdalifah
c.    Melontar jumrah Aqobah
d.    Mabit di Mina dan melontar Jumrah pada hari Tasyrik.
e.    Menjauhi Larangan-larangan Ihram.
4.    Menurut Mazhab Hambali
a.    Ihram dari Miqat
b.    Wukuf di Arafah sampai malam hari
c.    Mabit di Muzdalifah
d.    Mabit di Mina
e.    Melontar Jumrah
f.     Memotong/ menggunting rambut
g.    Thawaf wada.
     Lebih jelasnya sebagai berikut:
1.    Ihram di Miqat
Maksudnya ialah ibadah haji atau umrah dengan mengenakan pakaian ihram dikenakan di daerah Miqat.
Adapun pakaian ihram adalah pakaian yang terdiri dari dua lembar kain putih. Masing-masing satu lembar untuk dijadikan sarung izard an satu lembar lainnya untuk selempang disebut ridhak. Bagi perempuan mengenakan pakaian yang menutup seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan. Dalam hadis riwayat Bukhari Muslim diterangkan,” Tidak boleh orang sedang ihram memakai baju kemeja,surban, baju celana dan celana. Tidak boleh pula pakaian yang dicelup yang wangi dan tidak boleh memakai kasut, kecuali jika tidak memakai terompa, maka boleh memotong sepatu itu hingga tidak menutup kedua mata kaki.”
Larangan lainnya ialah tidak boleh menikah atau menikahkan, sesuai dengan sunnah rosulullah SAW. “Tidak boleh orang yang sedangihram itu nikah dan tidak boleh dinikahkan, juga tidak boleh meminang untuk dinikahi.”
Waktu ihram dilarang memakai wangi-wangian, mencukur rambut, bagi wanita tidak boleh memakai cadar, dilarang bersetubuh dan bicara kotor.
Jika larangan itu dilanggar saat ikhram, maka ia harus membayar kafarat, berpuasa, member makan orang miskin.
Sebuah hadis riwayat Bukhari Muslim menerangkan bahwa Rosulullah SAW lewat padanya Ubaidiyah lalu bertanya, “Rupanya sakit kepalamu kambuh lagi?”. Jawabnya: benar. “Rosulullah bersabda,”Bercukurlah, kemudian sembelihlah seekor kambing sebagai tebusan atau berpuaslah tiga hari atau beri makan tiga sak kurma kepada enam orang miskin.
Ketentuan masa (miqat zamani) ialah dari awal bulan syawal sampai terbit fajar Hari raya Haji (tanggal 10 bulan haji). Jadi ihram haji wajib dilakukan dalam masa dua bulan 9  hari.
Firman Allah, Al-Baqoroh 197
kptø:$# ֍ßgô©r& ×M»tBqè=÷è¨B
 “Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi”
Tafsir sahabat tentang bulan-bulan yang dimaklumi itu menurut asar Ibnu Umar adalah:
عَنِ اِبنِ عُمَرَ قالَ اَشهُرُ الحَجِ شَوَّالٌ وَذُوالقَعدَةِ وَعَشَرٌ مِن ذِى الحِجَّةِ. (رواه البخارى)
Dari Ibnu umar,”Bulan haji itu ialah bulan syawal,zulkaidah, dan sepuluh hari bulan haji.” (Riwayat Bukhari)
2.    Berhenti di Muzdalifah
Berhenti di muzdalifah sesudah tengah malam, di malam hari Raya Haji sesudah padang Arafah. Pada zaman dahulu, Nabi SAW meninggalkan Arafah dan sampai di Muzdalifah lalu melakukan Shalat Maghrib dan Isya’. Kemudian bermalam disana hingga terbit fajar tanggal 10 dzulhijah. Sesudah sholat shubuh Nabi SAW mendekati Masy Aril Haram dan berdo’a di sana. Kemudian memungut batu-batu kecil, lalu meninggalkan Muzdalifah menuju Mina saat hari sudah terang.
3.    Melontar Jumratul ‘Aqobah
Ibadah melontar Jumrah dilakukan ketika seseorang telah Mabit di Muzdalifah kemudian meneruskan perjalanannya ke Mina. Daerah Mina merupakan daratan sempit yang berada diantara dua daerah bukit batu di tenggara dan timur laut. Daratan itu merupakan suatu lembah yang menjurus ke lembah Baka di Makkah
عَن جَابِرٍ رَاَيْتُ النَّبِىَّ صلّى الله عليه وسلم يَرْمِى الجَمرَةَ عَلٰى رَاحِلَتِهِ يَوْمَ النَّحرِ وَيَقُولُ لِتَأْخُذُوْا عَنِّى مَنَاسِكَكُم فَاِنِى لَااَدْرِى لَعَلِّى لَا اَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتِى هٰذَا. (رواه أحمد ومسلم)
Dari Jabir Ia berkata,”Saya melihat Nabi SAW melontar jumrah dari atas kendaraannya pada Hari Raya, lalu beliau bersabda, ‘Hendaklah kamu turut cara ibadah seperti yang aku kerjakan ini karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, apakah aku akan dapat mengerjakah haji lagi sesudah ini’.” ( Riwayat Muslim dan ahmad )
4.    Melontar Tiga Jumrah.
Jumrah yang pertama, kedua, dan ketiga ( Jumrah Aqobah ) dilontar pada tanggal 11-12-13 bulan Haji. Tiap-tiap Jumrah dilontar dengan tujuh batu kecil. Waktu melontar adalah sesudah tergelincir matahari pada tiap-tiap hari.
عن عائشة مَكَثَالنَّبِىُّ صلّى الله عليه وسلّم بِمِنَى اَيَّامَ تَشرِيقِ يَرمِى الجَمرَةَ اِذَازَالَتِ الشَّمسُ كُلَّ جَمرَةٍبِسَبعِ حَصَيَاتٍ. (رواه أحمدوأبوداود)
Dari Aisyah,”Nabi SAW telah tinggal di Mina selama hari Tasyriq ( tanggal 11-12-13 haji ). Beliau melontar Jumrah apabila matahari telah condong ke sebelah barat, tiap-tiap Jumrah dilontar dengan tujuh batu kecil,” ( Riwayat Ahmad dan Abu Dawud )
Orang yang sudah melontar pada hari pertama dan kedua, kalau dia ingin pulang, tidak ada halangannya lagi. Kewajiban bermalam pada malam ketiga dan kewajiban melontar pada hari ketiga hilang darinya.
Firman Allah dalam surat Al-Baqoroh 203 :
`yJsù Ÿ@¤fyès? Îû Èû÷ütBöqtƒ Ixsù zNøOÎ) Ïmøn=tã `tBur t¨zr's? Ixsù zNøOÎ) Ïmøn=tã
“Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, Maka tiada dosa baginya. dan Barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), Maka tidak ada dosa pula baginya.” ( Al-Baqoroh 203)
Syarat-Syarat melontar :
a.    Melontar dengan tujuh batu, dilontarkan satu persatu
b.    Menertibkan tiga jumrah, dimulai dari Jumrah yang pertama (dekat Masjid Khifa), kemudian yang ditengah, dan sesudah itu yang akhir ( Jumrah Aqobah )
c.    Alat untuk melontar adalah batu ( batu kerikil), tidak sah melontar dengan selain batu.
Orang yang berhalangan tidak dapat melontar, sedangkan halangannya itu tidak ada harapan akan hilang dalam masa yang ditentukan untuk melontar, maka orang tersebut hendaklah mencari wakilnya, sekalipun dengan jalan mengupah. Orang yang tidak melontar sehari atau dua hari harus menggantinya pada hari lain asal masih dalam masa yang ditentukan untuk melontar, yaitu tanggal 10 sampai 13.
5.    Bermalam di mina.
Menurut Imam yang bertiga, bermalam di Mina itu hukumnya wajib pada tiga atau dua malam, yaitu malam kesebelas dan keduabelas. Sedangkan menurut golongan Hanafi, bermalam itu hanya sunat. Berkata Ibnu ‘Abbas ra.: ”Jika kamu melempar Jumrah, maka bermalamlah dimana saja yang kamu hendaki!” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah)
Dan menurut Mujahid, tidak ada salahnya bila permulaan malam itu berada di Mekah dan kesudahannya di Mina. Atau sebaliknya awal malam di Mina dan akhirnya di Mekah.
Dan mereka semua sepakat bahwa keharusan bermalam itu gugur bagi orang-orang yang mengurus air dan penjaga-penjaga unta, dan mereka tidaklah berkewajiban apa-apa akibat meninggalkannya.
Sebuah hadis menyatakan bahwa :
وَقَدِاستَأذَنَ العَبَّاسُ النَّبِىَّ صَلَّ اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ أَن يَبِيتَ بِمَكَّةَ لَيَالِى مِنًى مِن أَجلِ سِقَايَتِهِ، فَأَذِنَ لَهُ
“Abbas meminta izin kepada Nabi SAW. buat menginap di Mekah pada malam – malam melempar jumrah, disebabkan tugasnya mengurus air, dan di beri izin oleh Nabi SAW.” (riwayat Bukharii dan Lain-lain)
6.     Tawaf Wada’
Tawaf wada adalah tawaf sewaktu akan meninggalkan Mekkah.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اُمِرَالنَّاسُ اَن يَكُونَ اٰخِرُ عَهدِ هِم بِالبَيتِ اِلَّااَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الحّائِضِ. (رواه البخرى ومسلم)
Dari Ibnu Abbas, ”Manusia diperintahkan supaya mengakhiri pekerjaan haji mereka di Mekkah ialah tawaf; kecuali perempuan yang sedang dalam keadaan haid, tidak berarti dengan tawaf. (riwayat Bukhari dan Muslim).



KESIMPULAN

Syarat Haji
syarat-syarat seperti berikut :
1.      Beriman kepada Allah (Islam)
2.      Dewasa ( baligh)
3.      Berakal sehat ( akhil baligh)
4.      Merdeka ( bukan budak )
5.      Mampu ( manistathak)
Rukun Haji
Rukun haji adalah yang apabila ditinggalkan maka batal hajinya.
1.    Menurut Mazhab Hanafi
a.    Wukuf di Arafah
b.    Empat kali putaran dalam thawaf ifadhah sedangkan tiga kali putaran lainnya sekedar wajib
2.    Menurut Mazhab Maliki dan Hambali
a.    Ihram
b.    Thawaf Ifadhah
c.    Sa’i
d.    Wukuf di Arafah
3.    Menurut Mazhab Syafi’i
a.    Ihram
b.    Thawaf Ifadhah
c.    Sa’i
d.    Wukuf di Arafah
e.    Memotong / menggunting rambut
f.     Tertib. Yang dimaksud disini adalah mendahulukan ihram dari semua amalan haji. Melaksanakan wukuf sebelum thowaf ifadhah, dan menggunting rambut, melaksanakan thawaf ifadhahsebelum sa’I kecuali yang telah sa’I setelah thawaf qudum ( bagi yang melaksankan haji ifrad dan qiran), maka setelah thawaf ifadhah tidak diharuskan sa’i
Wajib Haji
1.    Menurut Mazhab Hanafi
a.    Sa’i
b.    Mabit (keberadaan) di Muzdalifah
c.    Melontar jumrah
d.    Menggunting/memotong rambut
e.    Thawaf wada
2.    Menurut Mazhab Maliki
a.    Mabit di Muzdalifah
b.    Mendahulukan melontar Jumrah aqobah dan menggunting rambut dan thawaf ifadhahpada hari Nahr (10 dzulhijah)
c.    Mabit di Mina pada hari Tasyrik
d.    Melontar jumrah pada hari tasyrik
e.    Menggunting/memotong rambut
3.    Menurut Mazhab Syafi’i
a.    Ihram
b.    Mabit di Muzdalifah
c.    Melontar jumrah Aqobah
d.    Mabit di Mina dan melontar Jumrah pada hari Tasyrik.
e.    Menjauhi Larangan-larangan Ihram.
4.    Menurut Mazhab Hambali
a.    Ihram dari Miqat
b.    Wukuf di Arafah sampai malam hari
c.    Mabit di Muzdalifah
d.    Mabit di Mina
e.    Melontar Jumrah
f.     Memotong/ menggunting rambut
g.    Thawaf wada.

DAFTAR PUSTAKA


Al-Qalami Abu Fajar, 2003, Ringkasan Ihya Ulumiddin Imam Ghozali, Gitamedia Press, Surabaya
Departemen Agama RI, 2006, Fiqih haji, Direktoral Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Jakarta
Rasjid H.Sulaiman, 2010, Fiqih Islam, Sinar Baru Algesindo, Bandung
Sabiq Sayyid, 1994, Fiqih Sunnah, alih bahasa Mahyuddin Syaf, PT. Al-Ma’arif, Bandung




[1] H.Sulaiman Rasjid, Fiqih islam, 46,Bandung,Sinar Baru Algesindo,2010,256, op.cit

No comments:

Post a Comment